Kami Ada, Kami Kuat menjadi tagline yang disuarakan Yayasan Suar Perempuan Lingkar Napza Nusantara (Yay. SPINN) atau yang lebih dikenal dengan Womxn’s Voice di Bogor Creative Centre ( BCC), Jumat (10/3/2023).

Tagline yang disematkan ini juga dalam  rangka diseminasi proyek penelitian PHOTOVOICE dengan tujuan mengenal lebih dalam kehidupan perempuan dan transpuan lingkar Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif (NAPZA) di Jakarta dan sekitarnya.  Proyek PHOTOVOICE ini juga sebagai bentuk penelitian partisipatifj (Participatory Action Research) yang dilakukan sebagai bagian upaya advokasi mengenai hak-hak perempuan dan transpuan pengguna NAPZA.

Beragam foto hasil riset yang dilakukan oleh 3 orang perwakilan transpuan dan 3 perempuan lingkar NAPZA turut ditampilkan.  Beragam keresehan tercermin dalam bingkai foto yang dipamerkan kali ini.  Mulai dari ruang aman bagi transpuan dan perempuan, hingga layanan yang diberikan oleh lingkungan tercermin disetiap fotonya.  Tidak hanya foto, alat kontrasepsi, jarum suntik, mengamen, dan kecantikan, turut dipamerkan dengan narasi yang memang menunjukan dan berfokus terhadap isu yang diangkat.

“Jadi, ini riset yang menggambarkan kehidupan perempuan dan transpuan pengguna NAPZA. Tidak banyak riset yang dilakukan perempuan dan transpuan dilingkar NAPZA,” kata Rosma Karlina direktur dari Yayasan Suar Perempuan Lingkar Napza Nusantara kepada TribunnewsBogor.com.

Rosma membeberkan, dalam pameran ini, pihaknya melihat bahwa riset yang dilakukan ini bukan sebuah wacana dan objek penelitian semata.  Tetapi, pihaknya ingin mengajak orang orang melihat situasi yang dihadapi oleh perempuan dan transpuan dilingkar NAPZA.  Dimana, dua subjek dilingkar NAPZA ini juga memiliki cerita yang selalu terkena stigma buruk berlapis dari masyarakat.

“Bahwa mereka adalah seorang ibu, mereka adalah manusia, dengan beragam kekerasan yang dihadapinya. Jadi, ini menurut saya bukan sekedar penelitian tapi bagaimana belajar memanusiakan manusia,” jelas Rosma.

Rosma membeberkan, ada tujuan yang lebih jauh dari riset yang dilakukan ini.  Tujuan itu bagaimana pemerintah menyikapi dua subjek ini yakni transpuan dan perempuan pengguna NAPZA.  Dimana, permasalahan-permasalahan yang tersegementasikan terhadap transpuan dan perempuan pengguna NAPZA ini merupakan permasalahan sebagai manusia.

“Misalnya layanan jarum suntik, kondom, lalu ARV bisa membantu teman teman untuk bertahan hidup. Kalau jarum suntik misalnya supaya tidak tertular HIV. Kondom melindungi kehamilan yang tidak diinginkan, dan infeksi seksual menular,” jelasnya.

“Lalu, bagaimana mengapresiasi negara ini dalam identitas. KTP misalnya. Selama ini sulit didapatkan oleh temen temen transpuan juga,” imbuhnya.

Rosma pun menggambarkan, sejauh ini, masih banyak kota yang memang belum menerima keberadaan transpuan dan perempuan pengguna NAPZA.  Dari kota-kota yang memang masih belum menerima keberadaan transpuan dan perempuan pengguna NAPZA ini, permalasalahan yang terjadi hampir sama yakni soal adanya ruang.

“Situasi ini similiar dan saling berkaitan dari kita satu ke kota lain. Kita percaya stigma itu bukan hanya di Kota Bogor saja dengan Perda P4S. Tapi, ada dikota lain mengalami hal serupa. Kekerasan, penolakan masyarakat, dan penolakan keluarga itu masih terjadi di banyak kota,” jelas Rosma.

Meski begitu, Rosma berharap, transpuan dan perempuan Pengguna NAPZA ini tidak harus selalu di diskriminasikan.  Akan tetapi, transpuan dan perempuan pengguna NAPZA ini merupakan manusia yang memang harus dihargai dengan layak sebagai manusia pada utuhnya.

“Dalam hal ini kami bicara bukan orientasi perilakunya. Tapi, bagaimana kita melihat bahwa teman teman adalah manusia yang sama dan utuh yang diciptakan okeh manusia. Seharusnya dihargai dan dilindungi, serta diberikan hak haknya oleh negara,” tandasnya.

 

Sumber: https://bogor.tribunnews.com/2023/03/10/womxns-voice-angkat-transpuan-dan-perempuan-pengguna-napza-lewat-riset-di-kota-bogor